Add caption |
Judul Buku : Garis Perempuan
Pengarang : Sanie B. Kuncoro
Penerbit : Bentang
Cetakan : I , Januari 2010
Tebal : 375 Halaman
Novel ini meenceritakan perjalanan Keperawanan adalah hal yang sampai saat ini masih menjadi perbincangan yang hangat. Bagi sebagian perempuan keperawanan menjadi sebuah anugerah. Namun disisi lain kadang keperawanan itu malah menjadi malapetaka ketika mereka terpaksa harus kehilangan miliknya yang paling berharga itu demi sesuatu yang tak mereka inginkan.
Hampir sebagian besar masyarakat mengatakan keperawanan sangat penting. Karena jika perempuan yang belum menikah tapi tidak perawan lagi akan dihujat, dikecam dan dikucilkan dari masyarakat. Di novel ini sanie mencoba memaparkan perjalanan empat perempuan. Ranting, Gendhing, Tawangsri, dan Zhang Mey yang telah menjalin persahabatan dari kecil hingga dewasa melalui empat jalan nasib yang berbeda memaknai keperawanan bersama empat lelaki.
Cerita ini dimulai dari sosok Ranting yang harus merelakan mahkota kesuciannya pada laki-laki paruh baya yang telah mempunyai dua istri. Ia diharuskan memilih jalan ini untuk menerima laki-laki itu sebagai suaminya agar bisa menyelamatkan dan mengeluarkan keluarganya dari lingkar kemiskinan yang seperti sudah mendarah daging dikeluarganya. Namun rasa cinta tak pernah mengunjungi hatinya sehingga ia memutuskan untuk melacurkan diri pada suaminya sendiri.
Tak jauh berbeda dengan keadaan ranting, kemiskinan membuat gending tak bisa melanjutkan pendidikannya keperguruan tinggi. Ia pun menjadi di salon Cik Ming, langganan mencuci Ibunya. Namun nasib ternyata belum juga berpihak padanya, ia harus menghadapi persoalan pelik saat uang ibunya dibawa lari oleh pengurus koperasi tempat ibunya menyimpan uang. Padahal uang itu adalah uang pinjaman dari rentenir. Demi baktinya pada orang tua gending bertekad akan keluar dari kemiskinan dan akan melunasi hutang Ibunya, Gendhing hampir terperosok untuk menjual dirinya pada seorang pengusaha China. Namun, berkat keteguhan hatilah ia memilih tak akan menyerahkan keperawanannnya pada sebuah nilai materi belaka
Berbeda dengan keduanya, nasib Tawangsri lebih beruntung. Ia bisa mengenyam pendidikan pada Universitas ternama. Meski begitu Tawangsri tidak merasakan kebahagiaan yang sempurna dalam keluarganyanya. Sosok ayah yang mestinya menjadi pelindung dan kepala keluarga malah menjadi beban, ayahnya adalah seorang penjudi yang hidupnya habis di meja-meja judi. Tetapi, entah bagaimana Bundanya bisa bertahan hidup bersama dengan ayahnya yang tidak pernah memberikan kasih sayang. Ia pun dihadapkan pula pada keinginan nya menyerahkan keperawanannya pada duda beranak satu, tetapi dia urung melakukannya.
Zhang Mey, perempuan keempat, dengan sukarela menyerahkan keperawanannya kepada kekasihnya, tetapi ditolak. Ia terpaksa melakukan itu karena frustrasi dengan sikap keluarganya yang menolak Tenggar sebagai menantu karena berbeda ras. Tenggar menunjukkan ketulusan cintanya melalui keputusan menjaga keperawanan Zhang Mey.
Penulis mencoba mengungkap sisi fenimisme perempuan dengan gaya penulisan yang sangat apik dan boleh dikatakan karyanya ini menutup era sarkasme seksual yang pernah hidup sebagai mimpi buruk sejarah sastra Indonesia mutakhir.
Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
0 komentar:
Posting Komentar